Selasa, 24 Juli 2012

Pemuda Pilar Kebangkitan Bangsa


Pemuda bangsa hari ini menggambarkan keadaan bangsa ini di masa yang akan datang. Mudah saja bila kita ingin melihat kondisi bangsa ini di masa yang akan datang, yaitu cukup dengan melihat bagaimana keadaan para pemudanya hari ini. Hal ini menunjukkan bahwa di tangan para pemuda lah kebangkitan suatu bangsa dapat terealisasikan. Ada beberapa hal yang dimiliki oleh pemuda dan kemudian dapat dijadikan alasan mengapa harus pemuda yang menjadi tonggak kebangkitan sebuah bangsa.
Pertama, pemuda memiliki keyakinan yang kuat sehingga mereka tidak membutuhkan waktu yang lama untuk segera bertindak melakukan suatu perubahan. Hal ini dapat kita lihat dari peristiwa proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, yang mana ketika itu para golongan tua seperti Soekarno dan Hatta tidak berani untuk segera melakukan proklamasi dan menunggu ketidakpastian kabar dari Jepang. Ketika itu akhirnya para golongan muda lah yang berinisiatif untuk melakukannya dengan mendesak dan menculik Soekarno untuk segera melakukan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Dapat kita bayangkan apabila ketika itu para pemuda tidak segera bergerak untuk melakukan perubahan? Mungkin saja proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tidak dapat terealisasikan.
Kedua, pemuda memiliki keikhlasan dalam bekerja. Hal tersebut lah yang akhirnya membuat kerja-kerja mereka menjadi  sangat berarti bagi umat. Berbeda tentunya dengan kerja-kerja para golongan tua yang pada umumnya berorientasi kepada materi dalam bekerja dan sudah dipenuhi kepentingan-kepentingan pribadinya. Berawal dari perasaan tidak puas dengan keadaan juga yang akhirnya membuat mereka membuat perubahan untuk bangsanya tanpa mengharapkan hal lain yang hanya menguntungkan dirinya sendiri.
Ketiga, pemuda memiliki semangat yang tinggi dalam bekerja untuk membuat perubahan. Faktor inilah yang menjadikan setiap yang mereka lakukan menjadi sebuah hal yang besar dan memiliki dampak yang luas terhadap perubahan. Dengan semangat yang tinggi pula akhirnya timbul sebuah kerja nyata dari dirinya untuk segera membuat perubahan bagi bangsanya.
Keempat, pemuda memiliki amal nyata dalam setiap langkahnya. Hal terakhir inilah yang menjadi penentu terciptanya sebuah perubahan bagi suatu bangsa, karena hanya dengan amal-amal nyata sebuah perubahan dapat segera terealisasikan. Dan dalam diri pemuda lah tingkat produktivitas dalam beramal berada dalam tingkat tertinggi.
Keempat hal tersebut merupakan kombinasi dari ciri sikap seorang pemuda yang pada akhirnya dapat membawa hal-hal positif bagi suatu bangsa. Berawal dari keempat sikap itu telah banyak sejarah-sejarah yang telah tercipta dalam berbagai masa dan melahirkan pahlawannya masing-masing. Dan perlu diketahui pula bahwa perubahan-perubahan yang terjadi pada beberapa bangsa, tercipta oleh para pemudanya yang berlandaskan keempat sikap tersebut.

”Setiap masa ada pahlawannya, bersiaplah untuk menjadi pahlawan-pahlawan berikutnya wahai pemuda!!”




By: Pradipta Hendrawan Putra

Rabu, 09 Mei 2012

SULTHAN MUHAMMAD AL-FATIH (855-886 H/1451-1481 M)


Masa Kecil   
            Sulthan Muhammad II lahir pada 833 H (1429 M), ia merupakan Sulthan Utsmani ketujuh dalam silsilah keluarga Utsman dan memiliki gelar Al-Fatih yang berarti Muhammad sang penakluk. Gelar ini ia raih karena keberhasilannya menaklukan kota Konstatinopel.  Sulthan Muhammad Al-Fatih diangkat menjadi penguasa daulah Utsmaniyah setelah kematian ayahnya pada 16 Muharram 855 H (18 Februari 1451 M), ketika itu umurnya baru 22 tahun.  Sulthan Muhammad Al-Fatih mempunyai kepribadian yang unik dan menawan, ia mampu menggabungkan antara kekuatan dan keadilan. Semenjak muda, ia mampu mengungguli teman-temannya dalam banyak ilmu yang dipelajari di sekolah istana. Ia menguasai banyak bahasa, yakni diantaranya bahasa Arab, Latin, Yunani, Serbia, Turki, Persia, dan Israel. Semenjak masa kanak-kanak, Sulthan Muhammad Al-Fatih telah terpengaruh oleh para ulama Rabbani, khususnya seorang alim rabbani yang bernama Ahmad bin Ismail Al-Kurani. Selain itu, ada ulama lain yang cukup berperan dalam membentuk kepribadian Sulthan Muhammad Al-Fatih yaitu Syaikh Aaq Syamsuddin. Sejak kecil, Syaikh Aaq Syamsuddin selalu menanamkan dua perkara pada diri Sulthan Muhammad Al-Fatih, yakni meningkatkan gerakan jihad Utsmani dan selalu memberikan sugesti kepadanya bahwa dialah pemimpin yang dimaksud dalam hadist nabi:
“Sungguh, Konstantinopel akan ditaklukan. Sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin (yang menaklukan) nya dan sebaik-baik tentara adalah tentaranya.” {HR.Ahmad}
Oleh karena itu, Sulthan Muhammad Al-Fatih sangat ingin merealisasikan hadits Rasulullah tersebut.

Masa Awal Kepemimpinan
            Ketika masa awal kepemimpinannya dalam Daulah Utsmaniyah, Sulthan Muhammad Al-Fatih melakukan perbaikan internal dalam Daulah Utsmaniyah. Hal tersebut dapat direalisasikannya dengan pesat. Baru setelah itu ia mulai memalingkan perhatiannya untuk menaklukan Konstantinopel. Konstantinopel dipandang sebagai salah satu kota paling penting di dunia, didirikan pada 330 M oleh kaisar Byzantium, Constantine I. Kota ini menjadi tempat yang unik dan menawan di dunia, sampai-sampai ada yang mengatakan “Seandainya dunia ini menjadi satu kerajaan, tentulah Konstantinopel adalah kota yang paling layak sebagai ibu kotanya.” Para khalifah dan pemimpin Islam pun selalu berusaha menaklukkan Konstantinopel. Usaha pertama dilancarkan tahun 44 H di zaman Mu''awiyah bin Abi Sufyan Radhiallahu ''Anhu. Akan tetapi, usaha itu gagal. Upaya yang sama juga dilakukan pada zaman Khilafah Umayyah. Di zaman pemerintahan Abbasiyyah, beberapa usaha diteruskan tetapi masih menemui kegagalan termasuk di zaman Khalifah Harun al-Rasyid tahun 190 H. Setelah kejatuhan Baghdad tahun 656 H, usaha melawan Kostantinopel diteruskan oleh kerajaan-kerajaan kecil di Asia Timur (Anatolia) terutama Kerajaan Seljuk. Pemimpinnya, Alp Arselan (455-465 H/1063-1072 M) berhasil mengalahkan Kaisar Roma, Dimonos (Romanus IV/Armanus), tahun 463 H/1070 M. Akibatnya sebagian besar wilayah Kekaisaran Roma takluk di bawah pengaruh Islam Seljuk. 

Penaklukan Konstatinopel         
            Sulthan Muhammad Al-Fatih mencurahkan berbagai upaya untuk merencanakan dan mengatur penaklukan Konstantinopel. Hari Jumat, 6 April 1453 M,  Sulthan Muhammad Al-Fatih bersama gurunya Syeikh Aaq Syamsudin, beserta tangan kanannya Halil Pasha dan Zaghanos Pasha merencanakan penyerangan ke Konstantinopel dari berbagai penjuru benteng kota tersebut. Dengan berbekal 250.000 ribu pasukan dan meriam teknologi baru pada saat itu. Para mujahid lantas diberikan latihan intensif dan selalu diingatkan akan pesan Rasulullah terkait pentingnya Konstantinopel bagi kejayaan Islam. Sulthan Muhammad Al-Fatih mengirim surat kepada Paleologus untuk masuk islam atau menyerahkan penguasaan kota secara damai dan membayar upeti atau pilihan terakhir yaitu perang. Constantine menjawab bahwa dia tetap akan mempertahankan kota dengan dibantu Kardinal Isidor, Pangeran Orkhan dan Giovani Giustiniani dari Genoa. Setelah proses persiapan yang teliti, akhirnya pasukan Sultan Muhammad Al-Fatih tiba di kota Konstantinopel pada hari Jumat 26 Rabiul Awal 857 H atau 6 April 1453 M. Di hadapan tentaranya, Sultan Al-Fatih lebih dahulu berkhutbah mengingatkan tentang kelebihan jihad, kepentingan memuliakan niat dan harapan kemenangan di hadapan Allah Swt. Dia juga membacakan ayat-ayat Al-Qur'an mengenainya serta hadis Nabi Saw tentang pembukaan kota Konstantinopel. Ini semua memberikan semangat yang tinggi pada bala tentara dan lantas mereka menyambutnya dengan zikir, pujian dan doa kepada Allah Swt.
            Kota dengan benteng setinggi lebih dari 10 meter tersebut memang sulit ditembus, selain di sisi luar benteng pun dilindungi oleh parit 7 meter. Dari sebelah barat pasukan Artileri harus membobol benteng dua lapis, dari arah selatan Laut Marmara pasukan laut Turki harus berhadapan dengan pelaut Genoa pimpinan Giustiniani dan dari arah timur armada laut harus masuk ke selat sempit Golden Horn yang sudah dilindungi dengan rantai besar hingga kapal perang ukuran kecil pun tak bisa lewat. Berhari-hari hingga berminggu-minggu benteng Byzantium tak bisa jebol, kalaupun runtuh membuat celah maka pasukan Constantine langsung mempertahankan celah tersebut dan cepat menutupnya kembali. Usaha lain pun dicoba dengan menggali terowongan di bawah benteng, cukup menimbulkan kepanikan kota, namun juga gagal. Hingga akhirnya sebuah ide yang terdengar bodoh dilakukan hanya dalam waktu semalam. Salah satu pertahanan yang agak lemah adalah melalui Teluk Golden Horn yang sudah dirantai. Ide tersebut akhirnya dilakukan, yaitu dengan memindahkan kapal-kapal melalui darat untuk menghindari rantai penghalang, hanya dalam semalam sekitar 70 kapal bisa memasuki wilayah Teluk Golden Horn (ini adalah ide ”tergila” pada masa itu namun taktik ini diakui sebagai antara taktik peperangan (warfare strategy) yang terbaik di dunia oleh para sejarawan Barat sendiri). Sulthan Muhammad Al-Fatih pun melancarkan serangan besar-besaran ke benteng Byzantium di sana. Takbir "Allahu Akbar, Allahu Akbar!" terus membahana di angkasa Konstantinopel seakan-akan meruntuhkan langit kota itu. Pada 27 Mei 1453, Sultan Muhammad Al-Fatih bersama tentaranya berusaha keras membersihkan diri di hadapan Allah Swt. Mereka memperbanyak shalat, doa, dan dzikir. Hingga tepat jam 1 pagi hari Selasa 20 Jumadil Awal 857 H atau bertepatan dengan tanggal 29 Mei 1453 M, setelah sehari istirahat perang, pasukan Turki Utsmani dibawah komando Sulthan Muhammad II kembali menyerang total, diiringi hujan dengan tiga lapis pasukan.
            Giustiniani sudah menyarankan Constantine untuk mundur atau menyerah tapi Constantine tetap konsisten hingga gugur di peperangan. Kabarnya Constantine melepas baju perang kerajaannya dan bertempur bersama pasukan biasa hingga tak pernah ditemukan jasadnya. Giustiniani sendiri meninggalkan kota dengan pasukan Genoa-nya. Kardinal Isidor sendiri lolos dengan menyamar sebagai budak melalui Galata, dan Pangeran Orkhan gugur di peperangan. Para mujahidin diperintahkan supaya meninggikan suara takbir kalimah tauhid sambil menyerang kota. Tentara Utsmaniyah akhirnya berhasil menembus kota Konstantinopel melalui Pintu Edirne dan mereka mengibarkan bendera Daulah Utsmaniyyah di puncak kota. Kesungguhan dan semangat juang yang tinggi di kalangan tentara Al-Fatih, akhirnya berjaya mengantarkan cita-cita mereka.
            Konstantinopel telah jatuh, penduduk kota berbondong-bondong berkumpul di Hagia Sophia, dan Sultan Muhammad Al-Fatih memberi perlindungan kepada semua penduduk, siapapun, baik Yahudi maupun Kristen, termasuk non muslim dzimmy (kafir yang harus dilindungi karena membayar jizyah/pajak), muahad (yang terikat perjanjian), dan musta’man (yang dilindungi seperti pedagang antar negara) bukan non muslim harbi (kafir yang harus diperangi). Konstantinopel diubah namanya menjadi Islambul (Islam Keseluruhannya). Hagia Sophia pun akhirnya dijadikan masjid dan gereja-gereja lain tetap sebagaimana fungsinya bagi penganutnya. Toleransi tetap ditegakkan, siapa pun boleh tinggal dan mencari nafkah di kota tersebut. Sulthan kemudian membangun kembali kota, membangun sekolah gratis, siapapun boleh belajar, tak ada perbedaan terhadap agama, membangun pasar, membangun perumahan, membangun rumah sakit, bahkan rumah diberikan gratis bagi pendatang di kota itu dan mencari nafkah di sana. Hingga akhirnya kota tersebut diubah menjadi Istanbul.
6dtkit.jpg







Beberapa Karya Peradaban Muhammad Al Fatih
1.    Perhatiannya terhadap sekolah dan akademi
       Sulthan Muhammad Al Fatih adalah seorang yang sangat mencintai ilmu dan para ulama. Oleh karena itu dia menaruh perhatian pada pembangunan sekolah dan akademi di berbagai penjuru negaranya. Terkadang Sulthan Muhammad Al Fatih menghadiri ujian para siswa, sering mengunjungi sekolah-sekolah, tidak merasa gengsi dan keberatan untuk mendengarkan pelajaran yang disampaikan oleh guru. Dia selalu menasihati murid-murid agar rajin belajar, tidak pelit untuk memberikan hadiah kepada guru dan murid yang berprestasi dan menyelenggarakan pendidikan di semua sekolah secara gratis. Sulthan Muhammad Al Fatih juga membangun asrama serta memberikan beasiswa setiap bulannya kepada para muridnya. Selain itu, Sulthan Muhammad Al Fatih membangun perpustakaan khusus. Orang yang diamanahi untuk mengelola perpustakaan tersebut harus memenuhi beberapa syarat, diantaranya dia harus orang yang berilmu dan bertakwa serta mengetahui betul judul-judul buku dan pengarangnya.
2.    Perhatiannya kepada ulama
       Para ulama dan sastrawan mempunyai kedudukan khusus di hadapan Sulthan Muhammad Al Fatih. Sulthan menjadikan para ulama dekat dengannya, mengangkat posisi mereka, dan mendorong mereka untuk selalu bekerja dan berkarya. Sulthan Muhammad Al Fatih sering mendermakan harta dan memberikan hadiah kepada para ulama agar mereka mencurahkan segala tenaga dan pikiran untuk ilmu pengetahuan dan pendidikan. Syaikh Al Kurani memanggil Sulthan dengan nama aslinya dan tidak pernah menundukkan kepala kepadanya. Dia tidak pernah mencium tangan Sulthan, namun hanya meyalaminya dengan biasa, tidak pernah datang menemui Sulthan kecuali jika Sulthan mengutus seseorang kepadanya untuk memintanya datang.
3.    Perhatiannya terhadap penyair dan sastrawan
       Seorang sejarawan sastrawan Utsmani menyebutkan bahwa Sulthan Muhammad Al Fatih sangat peduli terhadap kebangkitan sastra. Dia adalah seorang penyair yang terkenal, berkuasa selama tiga puluh tahun. Di negeri yang dipimpin oleh Sulthan Muhammad Al Fatih ini terdapat tiga puluh orang penyair, masing-masing dari mereka mendapatkan gaji sebesar seribu dirham. Salah satu syair karya Sulthan Muhammad Al Fatih:
Niatku adalah melaksanakan perintah Allah, “Berjihadlah kalian fii sabilillah.” (Al Maidah 5:53)
Semangatku adalah mencurahkan segala upaya untuk mengabdi pada agamaku: agama Allah.
Tekadku adalah mengalahkan semua orang kafir dengan tentaraku: tentara Allah.
Pikiranku terfokus pada kemenangan berkat taufik dan perlindungan Allah.
Jihadku adalah dengan jiwa dan harta. Apa lagi yang harus dilakukan di dunia selain melaksanakan perintah Allah?
Kerinduanku adalah perang dan perang ratusan ribu kali untuk mendapatkan keridhaan Allah.
Harapanku adalah pada pertolongan Allah dan keunggulan Daulah Utsmani atas musuh-musuh Allah.
Sulthan Muhammad Al Fatih mengingkari para penyair yang tidak punya rasa malu, banyak bercanda, dan berkata-kata mesum. Dia menghukum penyair yang keluar dari etika dengan memasukannya ke dalam penjara.
4.    Perhatiannya terhadap penerjemahan
       Sulthan Muhammad Al Fatih menguasai bahasa Romawi dengan baik. Agar muncul kebangkitan pemikiran di kalangan rakyatnya, dia memerintahkan untuk menerjemahkan banyak khazanah lama yang tertulis dalam bahasa Yunani, Latin, Arab, dan Persia ke dalam bahasa Turki. Selain itu, Sulthan Muhammad Al Fatih sangat memperhatikan bahasa Arab. Sebab, bahasa Arab adalah bahasa Al Qur’an dan juga merupakan bahasa ilmu pengetahuan yang banyak tersebar pada zaman itu.
5.    Perhatiannya terhadap pendirian bangunan dan rumah sakit
       Sulthan Muhammad Al Fatih senang membangun masjid, akademi, istana, rumah sakit, toko, pemandian, pasar besar, dan taman umum. Dia mendorong para menteri, pejabat pemerintah, orang-orang kaya, dan orang-orang terpandang untuk menjadikan kota terlihat indah. Dia menaruh perhatian khusus pada ibu kota Istanbul dan sangat ingin menjadikannya sebagai ibu kota terindah di dunia serta pusat ilmu pengetahuan dan seni. Sulthan Muhammad Al Fatih juga sangat memperhatikan klinik dan rumah sakit. Sulthan mensyaratkan semua orang yang bekerja di rumah sakit adalah orang yang mempunyai sifat qana’ah, penyayang, dan berkemanusiaan. Pengobatan di rumah sakit diberikan secara gratis kepada semua orang tanpa membedakan ras dan agama mereka.
6.    Perhatiannya terhadap perdagangan dan industri
       Sulthan Muhammad Al Fatih sangat memperhatikan perdagangan dan industri. Ketika ditaklukan oleh pasukan Utsmani, banyak kota besar menjadi sangat maju, padahal ketika masa pemerintahan Byzantium kota-kota itu hanya dikuasai oleh segelintir orang kaya. Orang-orang Utsmani sangat menguasai pasar-pasar dunia dari jalur laut maupun darat. Salah satu dampak dari kebijakan umum pemerintah Utsmani dalam sektor perdagangan dan industri adalah tersebarnya kemakmuran di seluruh penjuru negeri. Pemerintah Utsmani mempunyai mata uang emas tersendiri.
7.    Perhatiannya terhadap pengaturan administratif
       Sulthan Muhammad Al Fatih berusaha untuk memajukan negerinya. Oleh karena itu, dia membuat undang-undang agar bisa mengatur urusan administrasi lokal di dalam negerinya. Undang-undang tersebut diadopsi dari syariat Islam yang mulia. Sulthan Muhammad Al Fatih juga menaruh perhatian untuk membuat undang-undang yang mengatur hubungan antara penduduk non muslim di dalam Daulah Utsmaniyah dengan tetangga mereka yang muslim serta hubungan mereka dengan negara yang mengatur mereka. Dia menyebarkan keadilan di kalangan rakyatnya, bersungguh-sungguh dalam memburu pencuri dan perampok. Terhadap mereka itu Sulthan memberlakukan hukum Islam. Keamanan dan ketenangan pun menaungi wilayah Daulah Utsmaniyah.
8.    Perhatiannya terhadap pasukan dan angkatan laut
       Sulthan Muhammad Al Fatih selalu memprioritaskan perhatian khusus kepada pasukan. Dalam pandangannya, pasukan merupakan salah satu tiang negara yang paling penting. Masa pemerintahan Sulthan Muhammad Al Fatih mempunyai keistimewaan dalam hal kekuatan pasukan dan keunggulan jumlah mereka. Dia membangun komplek industri militer untuk menyuplai kebutuhan-kebutuhan pasukan. Dia juga membangun banyak benteng di tempat-tempat yang strategis secara militer. Disana, dia menyusun pasukan dari berbagai elemennya dengan sangat teliti dan rapi. Pasukan itu terdiri dari pasukan berkuda (kavaleri), pejalan kaki (infantri), operator meriam (artelari), dan pasukan pembantu (logistik).
9.    Perhatiannya pada keadilan
       Menegakkan keadilan di kalangan manusia merupakan salah satu kewajiban para Sulthan Utsmani. Sulthan Muhammad Al Fatih berusaha keras untuk menegakkan keadilan di seluruh wilayah negaranya. Sulthan sering mengutus beberapa tokoh agama Kristen agar berkeliling ke berbagai penjuru negeri dari waktu ke waktu. Para utusan itu diberi kebebasan penuh untuk mencatat dan mengkritik apa yang mereka saksikan, kemudian melaporkannya kepada Sulthan. Meskipun sibuk melakukan jihad dan berbagai penaklukan, Sulthan Muhammad Al Fatih selalu mengawasi semua peristiwa yang terjadi di segala penjuru negerinya dengan penuh perhatian. Pada malam hari, dia sering keluar ke jalan-jalan dan gang-gang untuk mengetahui langsung keadaan rakyatnya dan mendengarkan langsung laporan dari mereka. Demikianlah semestinya yang dilakukan oleh penguasa. Dia harus memperhatikan tiap bagian dari kekuasaannya dan memelihara semua keadaan rakyatnya, terkhusus orang-orang yang lemah.
Wasiat Sulthan Muhammad Al Fatih Kepada Putranya
                Berikut ini wasiat Sulthan Muhammad Al Fatih kepada anaknya saat menjelang wafatnya. Wasiat ini dengan jelas menggambarkan jalan hidup, nilai-nilai, dan prinsip-prinsip yang dia yakini. Para Sulthan sepeninggalnya juga ingin menempuh jalan tersebut. Dia berwasiat sebagai berikut.
”Sebentar lagi aku akan mati. Tetapi, aku tidak menyesal karena telah meninggalkan pengganti seperti dirimu. Jadilah kamu orang adil, shalih, dan penuh kasih sayang. Lindungilah rakyatmu tanpa membeda-bedakan, sebarkanlah agama Islam karena ini merupakan kewajiban para raja di muka bumi. Dahulukan urusan agama di atas urusan apapun. Jangan bermalas-malasan dalam melaksanakan agama. Jangan mempekerjakan orang-orang yang tidak mempedulikan urusan agama, tidak menjauhi dosa-dosa besar, dan malah tenggelam dalam kemaksiatan. Hindarilah semua bid’ah yang merusak. Jauhilah orang-orang yang mengajakmu kepada bid’ah. Perluaslah wilayah negeri ini dengan jihad. Jagalah harta Baitul Mal agar tidak dihambur-hamburkan. Jangan mengambil harta salah seorang pun dari rakyatmu kecuali menurut aturan Islam. Bantulah orang-orang miskin dan lemah agar mereka menjadi kuat. Hormatilah orang-orang yang berhak dihormati.
            Ketahuilah bahwa para ulama itu seperti kekuatan yang tersebar di dalam negeri. Oleh karena itu, hormati dan motivasilah mereka. Jika kamu mendengar ada seorang ulama di negeri lain, mintalah dia agar datang kepadamu. Hormatilah dia dengan memberikannya harta.
            Waspadalah terhadap harta dan tentara. Jangan sampai kamu tertipu dengan keduanya. Jangan pernah mengusir ahli syariah dari pintu istanamu. Jangan melakukan perbuatan apapun  yang bertentangan dengan hukum Islam. Sesungguhnya agama adalah tujuan kita dan petunjuk Allah adalah jalan hidup kita. Dengan itulah kita meraih kemenangan.
            Ambillah pelajaran dariku. Aku datang ke negeri ini bagaikan semut kecil. Allah Ta’ala lalu memberiku nikmat yang agung ini. Oleh karena itu, tempuhlah jalanku dan ikutilah jejakku. Berjuanglah untuk menegakkan agama ini dan memuliakan pemeluknya. Jangan kamu gunakan harta negara untuk bermewah-mewah dan bersenang-senang atau melebihi ukuran yang sewajarnya. Sebab, hal itu merupakan salah satu penyebab utama kehancuran.”
Wafatnya Sulthan Muhammad Al Fatih
            Pada bulan Rabi’ul Awal tahun 886 H (1481 M), Sulthan Muhammad Al Fatih berangkat dari Konstantinopel ke Asia Kecil. Di Askadar, pasukan lain dalam jumlah besar telah dipersiapkan. Sebelum keluar dari Instanbul, sebenarnya Sulthan Muhammad Al Fatih telah merasa tidak enak badan. Meskipun demikian, dia tidak mempedulikan hal itu karena kecintaannya yang besar untuk berjihad dan kerinduannya untuk berperang. Dia keluar untuk memimpin sendiri pasukan Utsmani. Biasanya dia akan sembuh dari penyakitnya apabila terjun ke medan pertempuran . akan tetapi, kali ini penyakitnya bertambah parah dan tekanannya bertambah kuat setelah sampai di Askadar. Dia lalu memanggil para dokter. Ketentuan Allah telah diputuskan sehingga tidak bermanfaat lagi dokter maupun obat. Sulthan Muhammad Al Fatih akhirnya meninggal di tengah-tengah pasukan besarnya pada hari Kamis 4 Rabi’ul Awal 886 H (3 Mei 1481 M). Ketika wafat, dia berusia 52 tahun setelah berkuasa selama tiga puluh tahun lebih.
Semoga Allah senantiasa menganugerahi rahmat, ampunan, dan ridha-Nya kepada Sulthan Muhammad Al Fatih. Semoga pula Allah menjadikannya selalu dikenang di kalangan orang-orang yang memperjuangkan kebaikan.

referensi: buku Sulthan Muhammad Al Fatih karya  Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi